Jumat, 25 Juni 2010

pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir dan BALITA

PELAYANAN KESEHATAN PADA BAYI BARU LAHIR DAN BALITA
A. PELAYANAN KESEHATAN PADA BAYI BARU LAHIR
1. Pengertian Bayi Baru Lahir
Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.
Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat.
2. Ciri – Ciri Bayi Baru Lahir Normal
• Berat badan 2500 - 4000 gram
• Panjang badan 48 - 52 cm
• Lingkar dada 30 - 38 cm
• Lingkar kepala 33 - 35 cm
• Frekuensi jantung 120 - 160 kali/menit
• Pernafasan ± - 60 40 kali/menit
• Kulit kemerah - merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
• Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
• Kuku agak panjang dan lemas
• Genitalia : Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora, Laki – laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
• Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
• Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
• Reflek graps atau menggenggan sudah baik
• Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan
3. bentuk pelayanan kesehatan pada bayi baru lahir
a. IMD
Inisiasi menyusui dini ( IMD ) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan dimana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri. Inisiasi menyusui dini ( IMD ) akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI ekslusif.
Pemerintah Indonesia mendukung kebijakan WHO dan UNICEF yang merekomendasikan inisiasi menyusui dini sebagai tindakan penyelamatan kehidupan, karena IMD dapat menyelamatkan 22 % dari bayi yang meninggal sebelum usia 1 bulan. Program ini dilakukan dengan cara langsung meletakkan bayi baru lahir di dada ibunya dan membiarkan bayi mencari untuk menemukan putting susu ibun untuk menyusu. IMD harus dilaksanakan langsung saat lahir, tanpa boleh ditunda dangan kegiatan menimbang atau mengukur bayi. Bayi juga tidak boleh dibersihkan hanya dikeringkan kecuali tangannya. Proses ini harus berlangsung skin to skin antara bayi dan ibu.
Menyusui 1 jam pertama kehidupan yang di awali dengan kontak kulit antara ibu dan bayi dinyatakan sebagai indicator global dan Ini merupakan hal baru bagi Indonesia, dan merupakan program pemerintah khususnya Departemen Kesehatan RI.



b. Melakukan penilaian bayi baru lahir
• Apakah bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
• Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas
• Jika bayi tidak bernapas atau bernapas megap – megap atau lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.
c. Membebaskan Jalan Nafas nafas
Dengan cara sebagai berikut yaitu bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir, apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut :
• Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
• Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
• Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokkan bayi dengan jari tangan yang dibungkus kassa steril.
• Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan kain kering dan kasar.
• Alat penghisap lendir mulut (De Lee) atau alat penghisap lainnya yang steril, tabung oksigen dengan selangnya harus sudah ditempat
• Segera lakukan usaha menghisap mulut dan hidung
• Memantau dan mencatat usaha bernapas yang pertama (Apgar Score)
• Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau mulut harus diperhatikan.


d. Merawat tali pusat
• Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil, ikat atau jepitkan klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
• Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan klonin 0,5 % untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh lainnya.
• Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi
• Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau kain bersih dan kering.
• Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan menggunakan benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem plastik tali pusat (disinfeksi tingkat tinggi atau steril). Lakukan simpul kunci atau jepitankan secara mantap klem tali pusat tertentu.
• Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling ujung tali pusat dan dilakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci dibagian tali pusat pada sisi yang berlawanan.
• Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan klonin 0,5%
• Selimuti ulang bayi dengan kain bersih dan kering, pastikan bahwa bagian kepala bayi tertutup dengan baik..(Dep. Kes. RI, 2002)
e. Pencegahan Kehilangan Panas
Mekanisme kehilangan panas
• Evaporasi
Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.

• Konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin, co/ meja, tempat tidur, timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas benda – benda tersebut
• Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin, co/ ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
• Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda – benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi, karena benda – benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung)
Cegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya berikut :
• Keringkan bayi dengan seksama
Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernapasannya.
• Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Ganti handuk atau kain yang telah basah oleh cairan ketuban dengan selimut atau kain yang baru (hanngat, bersih, dan kering)
• Selimuti bagian kepala bayi
Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yg relative luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
• Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu (1) jam pertama kelahiran
• Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya, sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut. Bayi sebaiknya dimandikan sedikitnya enam jam setelah lahir.
f. Pencegahan Infeksi
• Cuci tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi
• Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan
• Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, penghisap lendir DeLee dan benang tali pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril.
• Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Demikin pula dengan timbangan, pita pengukur, termometer, stetoskop.
• Memberikan vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di beri vitamin K per oral 1 mg / hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di beri vitamin K parenteral dengan dosis 0,5 – 1 mg IM.
• Memberikan obat tetes atau salep mata
Untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual) perlu diberikan obat mata pada jam pertama persalinan, yaitu pemberian obat mata eritromisin 0.5 % atau tetrasiklin 1 %, sedangkan salep mata biasanya diberikan 5 jam setelah bayi lahir.
Perawatan mata harus segera dikerjakan, tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi selesai dengan perawatan tali pusat
g. Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir
Kegiatan ini merupakan pengkajian fisik yang dilakukan oleh bidan yang bertujuan untuk memastikan normalitas & mendeteksi adanya penyimpangan dari normal.Pengkajian ini dapat ditemukan indikasi tentang seberapa baik bayi melakukan penyesuaian terhadap kehidupan di luar uterus dan bantuan apa yang diperlukan. Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan agar bayi tidak kedinginan, dan dapat ditunda apabila suhu tubuh bayi rendah atau bayi tampak tidak sehat.
Prinsip pemeriksaan bayi baru lahir
• Jelaskan prosedur pada orang tua dan minta persetujuan tindakan
• Cuci dan keringkan tangan , pakai sarung tangan
• Pastikan pencahayaan baik
• Periksa apakah bayi dalam keadaan hangat, buka bagian yangg akan diperiksa (jika bayi telanjang pemeriksaan harus dibawah lampu pemancar) dan segera selimuti kembali dengan cepat
• Periksa bayi secara sistematis dan menyeluruh

h. Imunisasi BCG, hepatitis B dan polio oral

B. PELAYANAN KESEHATAN PADA BALITA
1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak. Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak.
KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya.
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya (Depkes RI, 2000).
Manfaat KMS adalah :
• Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
• Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
• Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.

2. Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata ( agar dapat melihat dengan baik ) dan untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh, jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang dilakukan melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI, 2007)
Vitamin A terdiri dari 2 jenis :
• Kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia 6-11 bulan satu kali dalam satu tahun
• Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata kering ). Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput lendir atau konjungtiva dan selaput bening ( kornea mata ).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga menengah kebawah.

3. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup :
1) Penimbangan berat badan
2) Penentuan status pertumbuhan
3) Penyuluhan
4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang, apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
4. manajemen terpadu balita sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59 bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll).
Bila dilaksanakan dengan baik, pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita.

Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
1. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih).
2. Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS).
3. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan).
5. Pelayanan Immunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi dengan menyuntikkan vaksin kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-penyakit: sebagai berikut: TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Polio, Campak dan Hepatitis B. Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit-penyakit, terhindar dari cacat, misalnya lumpuh karena Polio, bahkan dapat terhindar dari kematian.
Imunisasi bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga tidak mudah tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio, campak dan hepatitis.
Imunisasi dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Praktek dokter atau bidan, dan di Rumah sakit.



Pelayanan imunisasi pada balita dapat disesuaikan dengan jadwal pemberiannya yaitu


6. Konseling pada keluarga balita
Konseling yang dapat diberikan adalah :
• Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
• Pemberian makanan bayi
• Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun.
• Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
• peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-laki atau perempuan

Jumat, 18 Juni 2010

tindakan bidan dengan klien retensio plasenta

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya.
Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.—Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada serviks uteri.
Kejadian retensio plasenta mempunyai presentase yang cukup tinggi sebagai factor penyebab kematian ibu, diperlukan penanganan segera agar kejadian retensio plasenta tidak mengakibatkan kematian pada ibu.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk membahas penanganan awal ibu dengan retensio plasenta.


B. Rumusan masalah
• Pengertian retensio plasenta
• Faktor penyebab retensio plasenta
• Pertolongan Pertama oleh Bidan Pada Pasien Retensio Plasenta
• Standar Praktek Bidan Untuk Melakukan Manual Plasenta Dalam Menangani Retensio Plasenta
• Langkah – Langkah Manual Plasenta

C. Tujuan
• Untuk mengetahui Pengertian retensio plasenta
• Untuk mengetahui Faktor penyebab retensio plasenta
• Untuk mengetahui Pertolongan Pertama oleh Bidan Pada Pasien Retensio Plasenta
• Untuk mengetahui Standar Praktek Bidan Untuk Melakukan Manual Plasenta Dalam Menangani Retensio Plasenta
• Untuk mengetahui Langkah – Langkah Manual Plasenta










BAB II
PERTOLONGAN PERTAMA KEGAWAT DARURATAN DALAM OBSTETRI DENGAN RETENSIO PLASENTA

A. Pengertian Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plesenta hingga 30 menit setelah bayi lahir. Bila plasenta belum Lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.

B. Faktor Penyebab Retensio Plasenta
1. Plasenta belum lepas dari dari dinding rahim karena plasenta tertanam jauh atau penanaman plasenta yang abnormal, seperti :
• Plasenta akreta, penanaman plasenta lebih dalam menerobos desidua sampai berhubungan dengan myometrium.
• Plasenta inkreta, penanaman plasenta sampai ke myometrium.
• Plasenta perkreta, penanaman sampai ke perimetrium
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena adanya lingkaran kontriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III sehingga menghalangi plasenta keluar, ini yang disebut plasenta inkarserata
3. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks, kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus, kontraksi yang tetanik dari uterus, serta pembentukan constriction ring.
4. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa, implantasi di cornu dan adanya plasenta akreta.
5. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks berkontraksi dan menahan plasenta serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.

C. Pertolongan Pertama oleh Bidan Pada Pasien Retensio Plasenta
1. Sikap umum bidan
a. Memperhatikan keadaan umum penderita.
o Apakah anemis
o Bagaimana jumlah perdarahannya
o Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi, dan suhu
o Keadaan fundus uteri : kontraksi dan tinggi fundus uteri.
b. Mengetahui keadaan plasenta.
• Apakah plasenta inkarserata
• Melakukan tes plasenta lepas : metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba.
c. Memasang infuse dan memberikan cairan pengganti.

2. Sikap khusus bidan.
a. Retensio plasenta dengan perdarahan, Langsung melakukan plasenta manual
b. Retensio plasenta tanpa perdarahan
• Setelah dapat memastikan keadaan umum penderita segera memasang infuse dan memberikan cairan. Sebelum dirujuk pasang infuse oksitosin 20 unit dalam 500 cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400 mg rectal
• Merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup, untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik
• Memberikan transfuse darah jika perlu
• Proteksi dengan antibiotika seperti ampisilin 2g IV/oral + metrodinazol Ig supositoria/oral.
• Mempersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.


3. Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan.
a. Meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta.
b. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
c. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan masase dengan mempercepat persalinan plasenta. Masase yang idak tepat waktu dapat mengacaukan konraksi otot rahim dan menggangu pelepasan plasenta.


D. Standar Praktek Bidan Untuk Melakukan Manual Plasenta Dalam Menangani Retensio Plasenta
Bidan dibenarkan untuk melakukan manual plasenta dan menangani retensio plasenta seperti terdapat dalam Kepmenkes No.900/Menkes/SK/VII/2002 yaitu :
1. Pasal 16
(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi :

a. penyuluhan dan konseling
b. pemeriksaan fisik
c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens,hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi ringan dan anemi ringan
e. pertolongan persalinan normal
f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala didasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term
g. pelayanan ibu nifas normal
h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan
i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
2. Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berwenang untuk :
a. memberikan imunisasi
b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas
c. mengeluarkan placenta secara manual
d. bimbingan senam hamil
e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi
f. episiotomi
g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II
h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm
i. pemberian infuse
j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedative
k. kompresi bimanual
l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya
m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
n. pengendalian anemia
o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
q. penanganan hipotermi
r. pemberian minum dengan sonde/ pipet
s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir VI terlampir
t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.



E. Langkah – Langkah Manual Plasenta
1. Kaji ulang indikasi
2. Persetujuan medis
3. Pasang infuse
4. Berika sedative dan analgetika, misalnya petidin, diazepam IV
5. Beri antibiotic dosis tunggal ampisilin 2g IV ditambah metrodinazol 500 mg IV atau sefazolin Ig ditambah metrodinazol 500 mg IV
6. Pasang sarung tangan steril
7. Jepit tali pusat dan tegangkan sejajar lantai
8. Masukkan tangan secara obstetric dengan menelusuri bagian bawah tali pusat masuk kedalam kavum uteri, sementara itu tangan satu lagi menahan fundus uteri, sekaligus untuk mencegah inversion uteri
9. Dengan bagian lateral jari – jari tangan mencari insersi pinggir plasenta
10. Buka tangan obstetric menjadi seperti member salam, jari – jari dirapatkan
11. Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling bawah
12. Gerakkan tangan kekiri dan kekanan sambil bergeser ke cranial sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan
13. Pegang plasenta dan keluarkan tangan bersama plasenta
14. pindahkan tangan luar ke supra sinfisis saat plasenta dikeluarkan
15. Eksplorasi untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus
16. Beri oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau ringer laktat) 60 tetes/menit dan masase uterus untuk merangsang kontraksi
17. Jika darah masih banyak berika ergometrin 0.2 mg
18. Periksa apakah plasenta lengkap, jika tidak lengkap lakukan eksplorasi kedalam kavum uteri





BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plesenta hingga 30 menit setelah bayi lahir. Bila plasenta belum lahir sama sekali tidak akan terjadi perdarahan, tapi bila sebagian plasenta sudah lepas akan terjadi perdarahan dan ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
Banyak factor penyebab terjadinya retensio plasea danta seperti plasenta yang tertanam jauh kedakam dinding rahim, penanganan kala III yang salah, dll. Dalam menangani retensio plasenta bidan harus mengenali retensio plasenta lebih awal, apakah bisa dilakukan manual plasenta ataukah perlu dirujuk.

B. Saran
Tenaga kesehatan harus bisa memberikan pertolongan awal pada ibu dengan retensio plasenta agar nyawa ibu dapat diselamatkan, terutama bidan sebagai tenaga penolong persalinan.















DAFTAR PUSTAKA


• Prawirohadjo, Sarwono. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
• JNPK – KR. 2008. Asuhan persalinan normal. Jakarta
• IBI. 2006. Bidan Menyonsong Masa Depan.Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia
• Manuaba.2007. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta : buku kedokteran EGC
• Kepmenkes Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan Praktek Bidan.